Google BlogLarantuka NewsBar

Toleransi Beragama dalam Ajaran Gereja Katolik

PENGANTAR
“Satu perangkat kepercayaan dan tindakan yang diikuti oleh mereka yang berkomitmen untuk melayani dan menyembah Allah. Perintah pertama menuntut kita untuk percaya pada Tuhan, untuk menyembah dan melayani Dia, sebagai tugas pertama dari kebajikan agama.” Dari definisi ini, maka kita melihat bahwa agama mengajarkan satu perangkat kepercayaan atau iman dan bagaimana mewujudkan iman atau kepercayaan ini, baik dengan doa, ritual atau berbagai macam cara yang mengatur bagaimana untuk menyembah Tuhan yang dipercayai, maupun dengan satu pengajaran moral yang mengatur bagaimana untuk hidup dengan baik sesuai dengan apa yang dipercayai.
Di sisi lain, ada orang yang mengatakan bahwa agama adalah “free thinker“. Namun, kalau kita meneliti, sungguh sulit menjadi free thinker yang sesungguhnya, karena seseorang dalam satu tatanan sosial mempunyai satu aturan atau kebiasaan yang harus diikuti oleh orang yang tergabung dalam masyarakat tersebut. Orang yang tidak mempunyai agama juga dapat didorong oleh alasan karena tidak mau terikat oleh satu tatanan – baik iman maupun moral – dari satu agama. Orang seperti ini adalah orang yang mengedepankan pemikiran sendiri, atau dengan kata lain, agamanya adalah apa yang dia pandang baik menurut dirinya sendiri. Namun, dalam sejarah umat manusia, telah dibuktikan bahwa ada banyak orang yang salah dengan pemikirannya, juga termasuk kaum cerdik pandai. Jadi, orang dalam kategori ini mempunyai resiko untuk mempercayai apa yang salah.
Konsep Toleransi dan Perdamaian Dalam Ajaran Gereja Katolik
Di jaman kuno di Roma, Cicero sudah berbicara mengenai toleransi, ketika ia. menulis bahwa “agama. kita berlaku untuk kita, sedangkan kalau ada orang yang mau beragarna lain, kita memberi toleransi untuk itu” (Pro Flacco 28). Pada tahun 313 dalam Kerajaan Romawi, secara politis diterbitkan ‘Keputusan toleransi di Milano’ untuk membiarkan orang kristiani hidup di antara orang dengan agama romawi. Sejak abad ke-16 ada konsesi-konsesi dalam kekaisaran Romawi dan Jerman menyebabkan penyimpangan kultur atau politis dibiarkan. Misalnya, agama yang tidak sama dengan pimpinan negara. Sejak tahun 1689 di Inggris ada UU toleransi yang memberi tempat kepada ‘anggota masyarakat yang berbeda pendapat dengan kebanyakan warga masyarakat’. Pada 13 Oktober 1781 Kaisar Joseph Austria yang mayoritas penduduknya katolik mentoleransi orang yang beragama kalvinis, lutheran dan ortodoks untuk memiliki tanah serta, melaksanakan ibadat. Di negara itu pada 1782 diumumkan toleransi terhadap orang Yahudi yang nantinya dibatalkan Hitler.

Keuskupan Larantuka Akan Gelar Sinode

Keuskupan Larantuka rencananya akan menggelar Sinode atau Pertemuan Umat Katolik Keuskupan Larantuka ( PUKKEL) VI, 24-28 Oktober 2012 di Hokeng, Larantuka.  Sinode ini mengangkat tema “Gereja Keuskupan Larantuka: Kenyataan Sekarang dan Harapan ke Depan”. Menurut rencana, kegiatan sinode  ini akan dihadiri seluruh stake holder umat Katolik se Keuskupan Larantuka terutama utusan DPP (Dewan Pastoral Paroki), perwakilan perempuan dan utusan OMK (Orang Muda Katolik) yang mewakili tiap paroki.

Dalam rapat Panitia SINODE VI Keuskupan Larantuka  yang dipimpin ketua panitia, Rm. Gabriel Unto da Silva, Pr, di Rumah Bina Saron, San Dominggo, Larantuka, Rabu (20/3), terungkap  tujuan dari PUKKEL VI ini,  diantaranya: (1) merefleksikan (relevansi) Visi Keuskupan Larantuka: “Menuju Gereja yang dewasa dan mandiri”; (2) mengevaluasi KBG (Komunitas Basis Gerejani) sebagai pilihan strategis pastoral selama 40 tahun dengan tekanan 5 tahun terakhir: “membangun KBG yang transformatif” yang berciri khas: komunitas iman-harap-kasih, hidup dari sabda dan sakramen, pastisipatif, integratif, mandiri dan tranformatif; dan (3) menggagas pilihan strategis pastoral Gereja lokal ke depan.

Sebelumnya, Keuskupan Larantuka telah melaksanakan 5 (lima) kali Sinode. PUKKEL I, 20 – 24 Juni 1984 di Hokeng dengan tema: Meningkatkan partisipasi umat Katolik dalam membangun masyarakat Pancasila. PUKKEL II, 27 – 30 Juni 1988 di Hokeng dengan tema: Keluarga Katolik Keuskupan Larantuka menuju tahun 2000.  PUKKEL III, 24 – 28 Juni 1991 di Hokeng, dengan tema: Menuju pengembangan pastoral sosial ekonomi Keuskupan Larantuka yang terpadu. PUKKEL IV, 26 – 31Oktober 1997 di Hokeng, dengan tema: Memantapkan komunitas basis menjadi persekutuan iman, harap dan kasih yang hidup dan kokoh. PUKKEL V, 27 Oktober – 1 November 2003, tema: Menjadi Gereja yang semakin bersatu dan semakin profetis.

Perlu diketahui, Sinode sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti jalan bersama-sama. Sinode dapat dimaknai sebagai pertemuan Uskup dengan perwakilan umat yang dianggap Uskup mampu dan layak untuk membahas dan merancang program pengembangan keuskupan.

Pesan Bapa Suci Benediktus XVI untuk Masa Prapaskah 2012


“Dan  marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik“ (Ibr 10:24)


Saudara dan saudari yang terkasih,
Masa Prapaskah sekali lagi memberikan kepada kita sebuah kesempatan untuk merenungkan inti terdalam dari kehidupan seorang Kristen, yaitu: perbuatan amal kasih. Ini adalah waktu yang tepat untuk memperbaharui perjalanan iman kita, baik sebagai seorang individu maupun sebagai bagian dari komunitas, dengan bimbingan Sabda Tuhan dan sakramen-sakramen Gereja. Perjalanan ini adalah perjalanan yang ditandai dengan doa dan berbagi, hening dan berpuasa, sebagai antisipasi menyambut sukacita Paskah.

Tahun ini saya ingin mengajukan beberapa pemikiran dalam terang ayat-ayat Kitab Suci yang diambil dari Surat kepada umat Ibrani: “Dan marilah kita kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik”. Kata-kata ini adalah bagian dari perikop di mana sang penulis surat yang kudus menghimbau kita untuk menaruh kepercayaan di dalam Yesus Kristus sebagai Imam Agung yang telah memenangkan pengampunan Allah bagi kita dan membuka jalan kepada Tuhan. Mengimani Kristus membuat kita mampu menghasilkan buah di dalam hidup yang ditopang oleh tiga kebaijkan teologis: hal itu berarti menghampiri Tuhan “dengan hati tulus dan penuh iman (ay.22), tetap “teguh dalam harapan yang kita nyatakan” (ay.23) dan senantiasa berusaha untuk menjalani hidup yang dibangun di atas “cinta kasih dan pekerjaan-pekerjaan baik” (ay.24), bersama dengan saudara dan saudari kita. Sang penulis surat tersebut menyatakan bahwa untuk mempertahankan hidup yang dibentuk oleh Injil, adalah penting untuk berpartisipasi secara aktif dalam liturgi dan doa bersama komunitas, dengan mengingat akan tujuan eskatologis untuk bersatu secara penuh dengan Tuhan (ay.25). Di sini saya ingin membuat refleksi atas ayat 24, yang memberikan pengajaran yang ringkas, bernilai, dan tepat di segala zaman, atas tiga aspek hidup Kristiani, yaitu: kepedulian kepada sesama, kasih timbal balik, dan kekudusan pribadi.

1. “Dan  marilah kita saling memperhatikan..” : tanggung jawab terhadap para saudara dan saudari kita.
Aspek pertama adalah sebuah undangan untuk “peduli” : kata kerja bahasa Yunani yang dipakai di sini adalah katanoein, yang artinya adalah untuk memeriksa (menyelidiki), untuk menaruh perhatian, untuk mengamati dengan seksama dan percaya akan sesuatu. Kita menjumpai kata ini di dalam Injil ketika Yesus mengundang para murid untuk “memperhatikan” burung-burung gagak, yang tanpa bekerja keras, berada di tengah perhatian dan pemeliharaan Penyelenggaraan Ilahi (bdk. Luk 12:24) dan untuk “memeriksa” balok di dalam mata kita sendiri sebelum mengeluarkan selumbar dari mata saudara kita (bdk. Luk 6:41). Di dalam ayat yang lain dari Surat kepada orang-orang Ibrani, kita menemukan ajakan untuk “mengarahkan pikiranmu kepada Yesus” (3:1), Rasul dan Imam Besar dari iman kita. Maka kata kerja yang mengantar pengajaran kita mengatakan kepada kita untuk memperhatikan sesama, pertama-tama kepada Yesus, untuk saling memperhatikan satu sama lain, dan tidak tinggal dalam keterasingan serta sikap acuh tak acuh kepada keadaan sesama kita. Namun demikian, terlalu sering sikap yang kita tunjukkan justru sebaliknya: yaitu pengabaian dan keacuhan yang lahir dari keegoisan yang disamarkan sebagai tindakan menghargai “privasi”. Saat ini pun, suara Tuhan meminta kita semua untuk saling memperhatikan satu sama lain. Bahkan hari ini, Tuhan meminta kita untuk menjadi “penjaga” saudara dan saudari kita (Kej 4:9), untuk membangun suatu relasi yang didasarkan atas kepedulian satu sama lain dan perhatian kepada kesejahteraan integral jasmani dan rohani dari sesama kita. Perintah yang utama untuk mengasihi satu sama lain menuntut kita untuk mengenali tanggung jawab kita kepada sesama yang, sebagaimana halnya kita sendiri, adalah ciptaan dan anak-anak Tuhan sendiri. Menjadi saudara dan saudari dalam kemanusiaan dan, dalam banyak hal,  juga dalam iman, selayaknya menolong kita untuk mengenali di dalam diri sesama kita, sebuah kebalikan dari diri kita (alter ego), yang dicintai tanpa batas oleh Tuhan. Jika kita menanamkan pada diri kita cara ini yang memandang sesama sebagai saudara dan saudari kita, maka solidaritas, keadilan, belas kasihan dan bela rasa akan secara alamiah berkembang di dalam hati kita. Sang Pelayan Tuhan Paus Paulus VI pernah menyatakan bahwa dunia saat ini menderita terutama karena kurangnya persaudaraan: “Kebudayaan umat manusia sedang sangat sakit. Penyebabnya bukanlah karena berkurangnya sumber-sumber daya alam, dan bukan juga karena kontrol monopoli dari segelintir orang: melainkan lebih karena melemahnya ikatan persaudaraan di antara pribadi-pribadi dan di antara bangsa-bangsa (Populorum Progressio, 66).

Jumat Agung di Serumpun Kapela

(Photo by BlogLarantuka)
Kerudung hitam menutupi kepala Mari Elka Pangestu. Di atas sebuah sampan, kedua telapak tangannya terus bersiaga, menjaga sebatang lilin di depannya supaya tidak padam.

Siang itu, Jumat (6/4), arus kuat tidak menghalangi rangkaian prosesi Semana Santa, pekan suci bagi umat Katolik di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Perahu yang ditumpangi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sering bergoyang karena terpaan air laut. Empat pria yang mengayuh perahu pun dengan cekatan melabuhkannya di Pantai Kuce, Kecamatan Larantuka.

Sang menteri kebagian berada di perahu, mengapit patung Tuhan Yesus Wafat di Salib. Patung dibawa dari Kapela Tuan Meninu, Kota Rowido, Kelurahan Sarotari Tengah, yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Pantai Kuce.

Doa penuh harapan dipanjatkan sepanjang prosesi. Tidak hanya oleh umat yang berada di sejumlah perahu, tapi juga peziarah yang menanti di sepanjang tepian pantai.

"Semua ornamen yang disimpan di sejumlah kapela, seperti Tuan Menino, salib, salib Mesias Anak Allah, patung Tuan Misericordiae, serta patung Tuan Trewa dan Salib Yesus diantar ke armida, tempat peristarahatan," kata panitia pekan suci paroki Katedral Larantuka, Bacenti.

Patung Tuan Ma (Bunda Maria) dan patung Tuan Ana (Yesus) dibawa dari kapel masing-masing ke Gereja Katedral Reinha Rosari untuk diarak mengelilingi kota, malam harinya.

Arak-arakan melalui delapan armida atau penghentian. Itu ialah lambang perjalanan hidup Yesus, sebelum dia disalibkan dan mati.

Sambil berjalan, warga dan peziarah terus mendaraskan Salam Maria dan kidung rohani O Vos atau ratapan derita Yesus. Jumat Agung yang menjadi puncak rangkaian Semana Santa itu berakhir Sabtu, sekitar pukul 02.45 WIT.

Semana Santa adalah pekan suci yang berlangsung satu pekan di Larantuka. Dimulai dari Minggu Palem sampai Minggu Paskah. Ritual peninggalan bangsa Portugis itu sudah berlangsung selama 500 tahun.

Tidak mengherankan jika semua tradisi, ornamen, dan perlengkapan yang digunakan dalam prosesi sangat kental dengan warisan Portugis. Bahasa yang sama juga digunakan dalam doa dan kidung pujian.

Sebelum Jumat Agung, prosesi yang menonjol ialah Rabu Trewa, yang jatuh pada Rabu. Saat itu, umat mengikuti misa di gereja, menutup jalan raya, memasang kayu tempat lilin di sepanjang jalan sejauh 6 kilometer, dan membuat armida.

Ratusan pemuda Katolik melakukan parade bunyi-bunyian (trewa) di sejumlah ruas jalan di dalam Kota Larantuka. Mereka berparade di depan Istana Raja Don Lorenzo Larantuka dengan menabuh seng, besi, dan pipa selama 15 menit.

"Tradisi ini bermakna manusia yang penuh dosa harus bertobat dan kembali ke jalan Allah. Ini saat penting bagi umat untuk siap menghadapi trihari suci," tutur tokoh Larantuka, Yohanes Fernandez.

Sehari sebelum Jumat Agung, Kamis Putih, dilakukan pemberkatan minyak suci, pembaruan imamat dan janji para imam yang berlangsung di Gereja Katedral.

Pada hari yang sama, digelar upacara Muda Tuan Ma dan Tuan Ana. Pintu Kapela Tuan Ma dibuka dan selanjutnya penakhtaan Patung Tuan Ma dan upacara cium Tuan Ma. Sore harinya dilakukan misa di Gereja Katedral yang dilanjutkan dengan adorasi umum Sakramen Mahakudus.

Kamis Putih juga diisi dengan ziarah ke sejumlah situs rohani dan kapela, di antaranya kapela di tanah Wure, Kecamatan Adonara Barat, dan Kapela Tuan Meninu di Kota Rewido.

Polemik

Dua tahun lalu, pada 2010, Semana Santa berlangsung sangat istimewa karena prosesi itu tepat berusia 500 tahun. Tahun ini, prosesi juga berlangsung beda karena untuk pertama kalinya diarak patung Tuan Ma duplikat.

Sempat menjadi perdebatan, tetapi secara arif Uskup Larantuka Monsignor Frans Kopong Kung mampu menengahinya. "Patung asli tidak mungkin diarak keliling Kota Larantuka. Usia patung sudah lebih dari lima abad dan kondisinya sudah sangat keropos," tuturnya.

Tidak sedikit warga yang belum bisa menerimanya. "Penggunaan patung dupikat Tuan Ma mengurangi kesakralan perayaan. Ada warga yang menjadi apatis sehingga tidak mau terlibat langsung dalam persiapan fisik perayaan," ujar Jefri Ofong, warga Larantuka.

Sekalipun ada polemik, seperti tahun-tahun sebelumnya, Semana Santa di Larantuka masih jadi magnet bagi ratusan ribu umat Katolik dari berbagai pelosok Indonesia dan dunia. Mereka datang dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur. Tidak sedikit juga yang berasal dari Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Papua, dan Sumatra Utara. Sejumlah pelancong dari luar negeri pun tidak ingin melewatkannya.

Karena itu, seluruh penginapan di Larantuka pun penuh. Banyak peziarah yang tidak kebagian penginapan sehingga harus rela menginap di rumah penduduk.

Saat hadir selama dua hari di Larantuka, Kamis Suci dan Jumat Agung, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari E Pangestu sepakat Semana Santa harus dilestarikan. "Di negeri asalnya, Portugis, Semana Santa sudah tidak ada. Ini bisa menjadi wisata religi kelas dunia," tuturnya.

Seorang tokoh Larantuka, Bernardus Tukan, mengungkapkan Semana Santa bukan sekadar prosesi bagi umat Katolik. Dia merupakan peristiwa budaya religius.

"Jauh sebelum agama dibawa masuk ke Flores, warga menyatu dalam ikatan kultur. Ada budaya Lamaholot yang kami pegang dan terapkan," kata dia, beberapa waktu lalu.

Karena itu, ketika masyarakat terpecah karena masalah agama, di Larantuka warga tetap menyatu. Tidak mengherankan ketika Semana Santa dilakukan masyarakat Katolik, baik umat Islam, Kristen, Buddha, maupun Hindu selalu menunjukkan dukungan mereka. Ada hantaran dengan beragam makanan yang mereka bawa, mulai beras, kelapa, pisang, hingga sayuran, untuk kebutuhan pesta. Budaya Lamaholot mengajarkan mereka untuk berbagi, berpartisipasi, dan membangun tekad bersama. 

Disadur dari:

Larantuka Siap Jadi Objek Wisata Religi Kristiani

Bertepatan dengan hari Paskah yang jatuh pada hari ini, Menparekraf, Mari Elka Pangestu, berkunjung ke Larantuka, Flores Timur.  Dalam kunjungannya, ia mengatakan rencananya untuk mengembangkan Larantuka sebagai objek wisata religi.

"Kami memang akan mengembangkan Larantuka sebagai objek wisata religi karena ada banyak ikon-ikon kerohanian, seperti Tuan Ma dan Tuan Ana," kata Mari pada obrolan singkat bersama detikTravel di Larantuka, Flores Timur, Jumat (7/4/2012).

Pada hari raya Paskah ini, Larantuka memang menjadi tempat tujuan umat kristiani untuk beribadah. Di sini, ada banyak gereja dan tempat ibadah bersejarah. Melihat kesempatan itu, Parekraf pun mengambil langkah untuk menjadikan Larantuka sebagai objek wisata religi.

"Nantinya, pengembangan objek wisata religi di Larantuka akan terus dikembangkan, tidak hanya pada saat paskah seperti ini saja, tetapi juga bulan lain, seperti retret," jelas Mari.

Rencananya, wisata rohani akan dikembangkan melalui retret dan wisata penyembuhan bagi umat yang sakit. Selain itu, keindahan alam Flores juga akan dijadikan daya tarik lebih untuk para wisatawan.

"Saat paskah seperti ini, Semana Santa yang rutin dilakukan di Flores akan terus dikembangkan, karena di Portugal sendiri yang merupakan negara asal Semana Santa sudah tidak diadakan lagi," tambah Mari.

Ya, Flores memang merupakan salah satu daerah jajahan Portugis. Ada banyak peninggalan sejarah dan keagamaan yang bisa dilihat di Larantuka, Flores Timur. Salah satunya adalah patung Tuhan Yesus atau Tuan Ana dan patung perawan atau Tuan Ma.

Umur patung-patung tersebut tidaklah muda, tetapi sudah melampaui 5 abad. Semana Santa merupakan salah satu peninggalan portugis yang masih melekat di hati warga Flores.

Semana Santa merupakan acara puncak di Jumat Agung. Pada upacara ini, Tuan Ma dan Tuan Ana akan diperlihatkan kepada umat, karena selain hari paskah kedua patung tersebut tidak diperlihatkan. Kemudian, perayaan akan dilanjutkan dengan penyalaan lilin, dan prosesi keliling Larantuka.

Disadur dari:


Berita Katolik:

BUNDA REINHA - Film Dokumenter Metro TV

Kurs Rupiah:

BlogLarantuka Paypal:

 
!-- START OF ADDME LINK --> Search Engine Submission - AddMe