Oleh :
Rizki Zulfitri, S.Pd
Sarjana Pendidikan Olah Raga
Guru SM-3T Aceh
Flores seakan tidak henti memamerkan pesonanya. Kaya akan tradisi adat dan budaya serta keindahan panorama alam nan eksotis. Mulai dari Pulau Komodo di Labuhan Bajo hingga menikmati indahnya “surga” di Danau Kelimutu. Salah satu wisata yang yang juga tidak boleh anda lewatkan saat berkunjung ke Flores adalah prosesi Semana Santa di kota Reinha Rosari.
Terletak di wilayah paling timur pulau Flores, Kota Reinha Rosari atau yang lebih dikenal dengan nama Larantuka merupakan pusat pemerintahan kabupaten Flores Timur. Untuk menuju daerah tersebut, penulis yang berada di kabupaten Lembata (penempatan tugas SM-3T) harus menggunakan kapal motor penyeberangan antar pulau yang dapat ditempuh dalam waktu tiga jam perjalanan laut.
Reinha Rosari banyak tersimpan sejarah, pengaruh kolonial Portugis yang sudah menguasai kawasan ini pada Abad XVI sangat kental. Warisan Portugis yang sampai terasa saat ini adalah agama Katolik dan tradisinya yang dianut penduduk asli Reinha Rosari. Bisa dikatakan Reinha Rosari adalah salah satu tempat di mana agama Katolik berkembang di Indonesia.
Ada ungkapan Larantuka adalah serambinya Roma. Melihat fakta sejarah bahwa Larantuka merupakan tempat di mana Agama Katolik yang berpusat di Vatikan-Roma masuk di tanah air lewat misionaris asal Portugis pada abad ke XVI. Ungkapan itu cukup masuk akal bila kita mau menelusuri masih adanya gedung-gedung peninggalan Portugis seperti Gereja Katedral di pusat kota Larantuka. Gereja yang sangat megah berarsitekturkan Eropa kuno, sekilas kita seakan sedang berada di kota Roma.
Semana Santa
Setiap tahun, sekitar seminggu menjelang Paskah, kota Reinha Rosari dengan khidmat merayakan Minggu Suci yang dikenal sebagai Semana Santa. Merupakan Prosesi puncak pada hari Jumat Agung atau Sesta Vera. Pusat perayaan diadakan di dua patung suci, yaitu patung Yesus Kristus (secara lokal dinamai Tuan Ana) dan patung Perawan Maria (secara lokal dinamai Tuan Ma). Kedua patung tersebut dibawa oleh misionaris Portugis Gaspardo EspĂrito Santo dan Agostinhode Madalena pada abad XVI. Patung-patung ini hanya ditampilkan kepada publik setiap hari Paskah.
Penulis sendiri berkesempatan hadir di Larantuka pada hari Jumat (29/03/2013), yang merupakan hari puncak perayaan Semana Santa. Bersama beberapa teman sesama Guru SM-3T Aceh, kami sudah berada di pelabuhan Lewoleba-Lembata pada pukul 07.00 Wita. Kapal sendiri berlayar menuju Reinha Rosari pada pukul 08.00 Wita dan sampai di pelabuhan Larantuka pada pukul 11.00 Wita. Kapal penuh sesak oleh peziarah maupun wisatawan lokal yang ingin mengabadikan momen perayaan tahunan tersebut. Konon beberapa tahun silam pemerintah kabupaten Lembata menggratiskan biaya kapal pulang-pergi khusus pada hari puncak Semana Santa. Sebagai informasi Lembata atau pulau Lomblem dahulunya merupakan bagian dari pemerintahan kabupaten Flores Timur, namun pada tahun 1998 Lembata memekarkan diri menjadi kabupaten otonomi sendiri.
Kembali ke Semanta Santa, Prosesi puncak Semana Santa diawali dengan Jumat Agung. Ibadah ini didahului dengan prosesi Bahari di mana Patung Yesus yang sudah wafat yang ada dalam peti jenasah diantar dari Kapela Tuan Menino di Kota Rowido, Kelurahan Sarotari Tengah menuju ke Pelabuhan Cure didepan Kapela Tuan Ma (Kapela Patung Bunda Maria) dan Tuan Ana (Patung Tuhan Yesus).
Dari Dermaga Rowido, di depan Kapela sudah disediakan Perahu untuk mengantarkan Patung Yesus yang ada dalam peti jenazah dan diarak dengan menggunakan 100 perahu dan kapal motor di Kota Larantuka dan dari Pulau Lembata. Ribuan umat Katolik dan para peziarah memadati kapal-kapal dan perahu untuk mengantarkan Patung Yesus. Siang harinya dilanjutkan arak-arakan Tuan Ma dan Tuan Ana menuju Gereja Katedral. Ribuan peziarah baik lokal maupun dari mancanegara memenuhi badan jalan dan berjalan sambil menyanyikan puji-pujian kepada Yesus dan Bunda Maria. Uniknya peziarah diwajibkan menggunakan pakaian serba hitam, pakaian serba hitam itu sendiri melambangkan kesedihan umat manusia atas pengorbanan Yesus Kristus.
Pada malam hari peziarah berkumpul di depan gereja Katedral, Dari titik inilah prosesi Sesta Vera dengan jutaan lilin dimulai. Selama malam Jumat Agung, lilin dinyalakan sepanjang 2 km di jalan dan di depan rumah penduduk yang dilalui prosesi. Prosesi Sesta Vera ini berakhir hingga pukul 02.00 Wita dinihari.
Prosesi yang sudah berumur lima Abad ini menarik banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Nilai sejarah dan budaya yang terkandung menjadi daya tarik tersendiri. Satu hal yang tidak bisa ditepikan adalah nilai religius akan kedekatan peziarah dengan Sang Pencipta.(erzet)
Note: Penulis adalah seorang muslim sejati, kehadiran penulis dalam prosesi ini semata-mata untuk mengisi liburan, dokumentasi pribadi dan menambah wawasan kenusantaraan.
Disadur dari :
Jalan-Jalan Kompasiana
0 komentar:
Posting Komentar