LARANTUKA. Pungutan liar yang dilakukan Pemkab Flores Timur senilai Rp 1 juta bagi setiap desa di daerah itu, dilaporkan ke Ombudsman NTT-NTB. Pungutan Rp 1 juta per desa, diambil dari dana desa untuk pembuatan proposal, menyalahi aturan.
Pelaksana Tugas Ombudsman NTT-NTB Darius Beda Daton di Kupang, Jumat (24/8/2012) mengatakan, sekelompok masyarakat Flores Timur (Flotim) yang tergabung dalam organisasi gerakan rakyat antikorupsi atau Gertak, Kamis (23/8/2012) melaporkan dua kasus dugaan korupsi di Flotim yakni pungli Rp 1 juta per desa, dan dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana pendukung telekomunikasi di dinas Informasi dan teknologi (Infokom) Flotim.
"Kami diminta mengawali proses hukum atas laporan terkait dua kasus itu. Gertak sudah melaporkan kasus itu ke Kajari Larantuka beberapa waktu lalu," kata Daton.
Menurut Daton, Ketua Gertak NTT, Ola Mangu Kanisius minta agar Ombudsman mengawal proses hukum yang sedang ditangani Kejari Larantuka. "Jangan sampai ada main mata sehingga laporan itu lenyap begitu saja," jelasnya.
Dugaan korupsi dalam bentuk pungutan liar Rp 1 juta per desa, dengan alasan penyusunan proposal untuk permohonan peningkatan dana senilai Rp 1 miliar per desa dari Mendagri tahun 2013, tidak masuk akal. Pemkab Flotim menggunakan uang rakyat flotim untuk beli uang di kemendagri. Padahal, dana desa yang lazim disebut alokasi dana desa (ADD) itu diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat di desa itu.
"Jika Pemkab Flotim ingin mencari dana tambahan bagi masyarakat Flotim, jangan pakai uang rakyat. Tapi perlu ditelusuri, apa betul pungli itu untuk susun proposal ke Mendagri atau untuk kepentingan lain. Jika pungli ini disampaikan ke Mendagri, pasti dibantah keras. Mendagri tentu tidak setuju kalau ADD dimanfaatkan untuk menyusun proposal," tambahnya.
Disadur dari: