Felix Fernandez, SH., CN. - Koalisi Flores Timur Bersatu
Mengulang kesuksesan atau meraih sesuatu yang pernah dicapai bukanlah perkara yang mudah. Apalagi memimpin di suatu daerah yang tidak memiliki potensi alam yang memadai. Untuk urusan yang satu ini perlu ada strategi yang lebih tepat dan memadai. Kabupaten Flores timur termasuk salah satu daerah yang tengah menghadapi situasi itu.
“Semua orang, apalagi orang seperti Kristen-Katolik, selalu dituntut untuk berbuat kebaikan. Sehingga saya selalu berpikir apakah saya bisa memberikan kebaikan untuk banyak orang. Sebagai bupati pada waktu itu, saya berbuat banyak hal yang baru disadari orang sekarang ini. Sehingga kembali mau mengambil jabatan itu tidak lain adalah untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan saya yang tertunda pada waktu itu,”ujar Eks Bupati Flores Timur Felix Fernandez kepada FloresNews.com
BlogLarantuka menyadur dari FloresNews.com, berikut penjelasan mengenai wawancaranya:
Mengapa Anda ingin kembali membangun Flores Timur, apakah ada pekerjaan yang tertunda?
Baik untuk Larantuka sendiri maupun untuk Flores Timur seluruhnya. Untuk Larantuka, ini kota yang sangat tua, kota yang kental dengan warisan-warisan zaman dahulu yang sangat indah, berkualitas iman.
Secara terus menerus kota ini punya warisan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Tetap dipertahankan sampai sekarang ini. Itu yang pertama. Tapi kota ini sangat buruk, itu lho! Sangat buruk dalam pengertian penataan kota kurang baik, strata masyarakatnya belum teratur, masyarakat belum menyadari kotanya sebagai kota yang patut dihargai.
Kota ini adalah kota di masa lalu berada di bawah naungan kerajaan. Bukan kota yang tidak ada pemerintahannya. Kota ini dulu adalah kota kerajaan yang sangat kuat, yang berakar dari Flores Timur sampai ke Flores Barat sana. Ini kurang dipahami sendiri oleh rakyatnya sendiri. Jadi ini yang harus kita sadarkan agar masyarakat paham bahwa kota ini patut diangkat kembali menjadi kota yang dihargai oleh pemerintah pusat maupun oleh dunia. Sedangkan kota-kota lain di sekitarnya, itu pendukung dari kota ini. ni yang perlu dibangun. Membangun kota Larantuka, tapi juga membangun seluruh Flores Timur.
Dimulai dari mana Anda membangun kota itu kembali?
Yang harus dibangun pertama adalah sumber daya manusia. Ini betul-betul kita rasakan kualitasnnya sangat rendah di Larantuka. Kualitas lulusan itu sangat rendah. Di NTT sudah paling rendah, di Flores Timur itu di bawahnya lagi. Ini harus dibangun agar setiap keluarga di Flotim ini ada yang anaknya tamat SMA. Bahkan bila sudah waktunya juga sudah ada yang sampai jenjang perguruan tinggi. Kalau pendidikan sudah baik maka semuanya pada saatnya akan berlangsung dengan lebih baik. Pemahaman-pemahaman tentang modernisasi otomatis akan semakin baik juga.
Baik untuk Larantuka sendiri maupun untuk Flores Timur seluruhnya. Untuk Larantuka, ini kota yang sangat tua, kota yang kental dengan warisan-warisan zaman dahulu yang sangat indah, berkualitas iman.
Secara terus menerus kota ini punya warisan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Tetap dipertahankan sampai sekarang ini. Itu yang pertama. Tapi kota ini sangat buruk, itu lho! Sangat buruk dalam pengertian penataan kota kurang baik, strata masyarakatnya belum teratur, masyarakat belum menyadari kotanya sebagai kota yang patut dihargai.
Kota ini adalah kota di masa lalu berada di bawah naungan kerajaan. Bukan kota yang tidak ada pemerintahannya. Kota ini dulu adalah kota kerajaan yang sangat kuat, yang berakar dari Flores Timur sampai ke Flores Barat sana. Ini kurang dipahami sendiri oleh rakyatnya sendiri. Jadi ini yang harus kita sadarkan agar masyarakat paham bahwa kota ini patut diangkat kembali menjadi kota yang dihargai oleh pemerintah pusat maupun oleh dunia. Sedangkan kota-kota lain di sekitarnya, itu pendukung dari kota ini. ni yang perlu dibangun. Membangun kota Larantuka, tapi juga membangun seluruh Flores Timur.
Dimulai dari mana Anda membangun kota itu kembali?
Yang harus dibangun pertama adalah sumber daya manusia. Ini betul-betul kita rasakan kualitasnnya sangat rendah di Larantuka. Kualitas lulusan itu sangat rendah. Di NTT sudah paling rendah, di Flores Timur itu di bawahnya lagi. Ini harus dibangun agar setiap keluarga di Flotim ini ada yang anaknya tamat SMA. Bahkan bila sudah waktunya juga sudah ada yang sampai jenjang perguruan tinggi. Kalau pendidikan sudah baik maka semuanya pada saatnya akan berlangsung dengan lebih baik. Pemahaman-pemahaman tentang modernisasi otomatis akan semakin baik juga.
Kedua, infrastruktur. Ini sangat buruk di Flores Timur. Saya berkali-kali pulang, waktu legislatif, juga sekarang saya pulang. Saya melihat infrastrukturnya sangat buruk. Bentangan jalan raya itu semuanya rusak parah, baik di Adonara Barat, Solor, dan Flores Timur daratan. Hanya yang Anda lihat dari Boru ke Larantuka itu saja yang agak baik. Itu baru jalan raya.
Selain jalan raya, listriknya. Di sana kita banyak jaringan yang belum terpasang. Mana bisa hasilkan manusia berkualitas kalau listrik untuk keperluan belajar saja sulit setengah mati. Orang belajar malam pakai apa. Jadi listrik menjadi masalah utama di Larantuka dan Flores Timur umumnya.
Kemudian air minum. Daerah ini termasuk sangat kering, apalagi daerah Solor. Air merupakan sumber daya utama. Untuk Larantuka sendiri dipasok dari Bama. Bama itu punya sumber pasokan dari Lewokluo dan Blepanawa. Yang lain bisa menggunakan sumur bor atau air laut yang diproses (suling).
Kota Larantuka itu penting. Ada rasa tidak adil apabila Kota Larantuka saya bangun terlebih dulu. Tapi harus dimengerti oleh teman-teman yang lain bahwa Larantuka menjadi sumber untuk semua daerah. Bayangkan, Flores Timur itu, terdiri atas gunung, bukit, hanya sedikit lahan basah untuk daerah pertanian. Sebagian besar berbukit-bukit dan berbatuan.
Apa yang diharapkan dari tanah berbatuan seperti ini?
Kita hanya bisa tanam mente. Dan, mente punya sifat, kalau dia sudah tumbuh di satu tempat, itu pohon lain tidak bisa bertumbuh dan berkembang. Karena dia makan semua sari-sari, di bawah pohonnya akan kering kerontang.
Hanya mente yang bisa hidup di daerah ini. Dan kalau hasilnya 100 ribu ton setahun, itu berarti setiap tahun akan terus berkurang. Itu bila dikalikan 10 ribu saja, itu akan mendapat dana sekitar Rp 12 miliar. Dana ini untuk sekitar 300 ribu orang yang ada di Flotim. Itu berarti 40 ribu rupiah per orang. Itu satu tahun. Dapatnya hanya berapa. Jadi pendapatan per kapita di Flores Timur itu rendah.
Apa cukup dengan mente? Bagaimana potensi alam yang lain, seperti laut?
Ada upaya-upaya lain untuk meningkatkan pendapatan masyarakat selain pertanian dan perkebunan, tak lain daripada laut. Oleh karena itu saya bangun kelautan. Ada 33 kapal yang saya beli pada waktu itu. Yang diberikan kepada rakyat. Ini kapal-kapal modern. Diberi pelatihan, awak kapal itu benar-benar orang lokal, tapi betul-betul orang terpilih. Mereka ke laut untuk tangkap ikan, dan pulangnya langsung dibeli oleh Jepang. Ada cold-storage punya Jepang, ada punya pribadi.
Saya jalin kontrak kerjasama dengan Jepang. Pada waktu itu pemerintah Jepang beri bantuan pada saya, dengan membangun satu tempat yang disebut tempat pendaratan ikan (TPI). Tempat itu dibangun dermaganya yang besar, di dalam komplek itu ada tempat untuk pembuatan es, minimarket, kapal-kapal itu berlabuh, juga ada bunker.
Dengan maksud agar para nelayan ini ke laut, dia perlu uang/modal. Apa yang dia butuhkan. Dia butuhkan umpan, es, makan, minyak. Semua dia bisa ambil di TPI Posto-Lawerang. Konsep ini sudah saya bicarakan. Jepang bersedia membantu, Jepang juga akan memberikan bantuan berupa kapal-kapal. Ini yang belum direalisasi. Saya akan tuntut ini. Jepang punya komitmen akan serahkan sekitar 200 kapal. Itu tahun 2007.
Sangat disayangkan tempat ini tidak dimanfaatkan. Artinya pemerintah sekarang ini tidak tahu konsep apa ini. Saya berjuang melawan berapa puluh kabupaten. Toh, karena ikan sini luar biasa bagus.
Bagaimana cara Anda untuk mengontrol harga produksi?
Soal mente, ini harga pasar globalnya naik-turun, setiap hari harga komoditas ini bergerak terus, dan bagi rakyat Flores Timur mereka tidak mau tahu pergerakannya. Apalagi sudah masuk perangkap ijon, untuk urusan sekolah, perkawinan, dan lain-lain kebutuhan. Mereka ambil uang dulu, baru ambil jambu mente. Itu praktik ijon. Jadi harga ditentukan oleh pembeli. Di Flores Timur begitu semua. Jadi selain harga naik-turun, mereka juga kena sistem ijon.
Mengapa tidak memberdayakan tempat menampung seperti bulog?
Sebenarnya ada satu konsep saya semacam Bulog di sini. Harga dasar ditentukan pusat, walaupun harga pasar global turun, hasil petani tetap dibeli dengan harga yang sudah ditentukan tadi. Jadi petani aman. Karena banyak petani sangat berharap dari hasil mente. Artinya ada bulog kecil, pemerintah daerah harus membeli dengan harga dasar. Saya akan konsultasikan dengan Ibu Marie. Kenyataannya bulog kecil ini malah sudah ditutup. Tidak jalan. Barang petani langsung dibeli oleh pembeli dan langsung diekspor ke India. Padahal, kualitas mente Flores Timur kan nomor satu.
Jadi pendapatan perkapita makin rendah, sehingga otomatis rakyatnya belum sejahtera. Larinya ke laut. Apa yang sudah saya rintis tadi juga tidak jalan. Karena apa? Orang yang mengelola kapal-kapal ini tidak mengerti, padahal ahlinya sudah saya datangkan dari Singapura untuk pelatihan-pelatihan, tapi mereka kurang merawatnya. Ikan itu menjanjikan. Itu hampir 70% dari laut. Artinya dengan pendapatan nelayan yang begitu tinggi, ekonomi riil masyarakat bisa berputar.
Bagaimana soal pemasaran ?
Pemasaran tidak masalah. Dulu kan belum ada kapal, sekarang relatif lebih gampang. Tapi dengan adanya cold-storage, berapa pun banyaknya ikan itu pasti dibeli. Apalagi kita punya rencana untuk buat home-industry dimana ikan-ikan yang tidak laku diproses untuk jadi makanan ternak.
Saya sudah bicara dengan menteri perindustrian sekarang, (artinya kami besanan, anak saya kawin sama anaknya dia). Kalaupun tidak terpilih saya akan bicara sama dia. Kalau bupatinya mau. Dengan adanya home-industry, banyak tenaga yang bisa terserap. Ingat terlalu banyak pengangguran di Flores Timur.
Selain itu, apakah Anda juga ingin membangun Larantuka sebagai pusat wisata?
Kota ini dari dulu sampai sekarang mempunyai magnit. Pertama, perlu sarana dan prasarana yang kuat supaya kalau orang datang ke sana ada listrik. Masa listrik mati-hidup. Masa hotelnya buruk. Kemarin saya bawa Duta Besar Brazil dan tinggal di tempat saya.
Saya juga sudah bicarakan dengan Kementerian Pariwisata. Dirjennya ke Larantuka, sudah meninjau kota Larantuka, kemudian Pak Menterinya sendiri datang ke Larantuka dengan istrinya, istrinya Katolik. Dirjennya Pak Sapta Nirwanda, teman saya. Apa yang kita percakapkan dan apa yang kita janjikan? Saya juga sudah bicarakan dengan Duta Besar Portugal, sahabat saya juga.
Dengan Dirjen Pariwisata saya ingin menjadikannya sebagai kota religius, tempat pariwisata religius sepanjang tahun. Artinya bukan hanya prosesi Jumat Agung. Setiap warisan leluhur nenek-moyang itu bisa dilihat sepanjang tahun. Dan bukan warisan saja, tapi sepanjang tahun orang ke Larantuka bisa berdoa, dari pintu ke pintu rumah. Itu bisa diikuti dan dinikmati orang atau para peziarah dari berbagai kota di Indonesia, dari mana-mana.
Artinya orang mengaji itu setiap hari, tidak hanya saat tertentu saja. Doa dari pintu rumah itu setiap hari. Jadi mereka bisa menikmati nuansa religius itu betul-betul sepanjang tahun. Puncaknya adalah pada prosesi Jumat Agung/Semana Santa.
Itu yang sudah saya bicarakan dengan menteri pariwisata. Syaratnya, Larantuka harus punya hotel yang baik, transportasi yang baik, listrik yang baik, air yang baik, semua yang baik sehingga turis itu mau datang dan menikmati apa yang disajikan di Larantuka. Itu yang harus dipersiapkan dan lokomotifnya adalah pemerintah. Dulu saya sudah persiapkan tempat-tempat: hotel, transportasi, walaupun dari Maumere. Bandara Larantuka Gewayantana sekarang kan diperluas.
Anda optimis banyak peziarah bakal datang ke Larantuka?
Sayangnya waktu itu saya berhenti, tidak selesai. Saya sempat pergi ke Portugal atas biaya pemerintah pusat, dan saya diperkenankan untuk datang ke kedubes RI yang ada di Lisabon. Di sana saya beberapa hari untuk meninjau secara langsung, berapa sebenarnya visa yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Waktu itu saya hitung, setiap harinya itu 50 orang yang minta visa, hanya Portugal. Apalagi Belanda, Jerman, kota-kota di Eropa. Tapi mereka ini kemana? Mereka umum ke Bali, Macao, senang-senang langsung pulang ke Portugal.
Jadi Bapak Menteri Pariwisata menjanjikan pada saya, Anda siapkan sarana dan prasarana. Saya kontrak dengan Bali Village. Di mana mereka akan mengirimkan sepanjang hari turis-turis itu juga untuk ke Larantuka. Itu janji menteri. Jadi fondasinya sudah tertanam kuat. Akhirnya menteri berikan saya untuk membuat Larantuka menjadi kota yang indah-indah. Bawa lampu hias, jadi Larantuka itu kelap-kelip jadi indah sekali. Jadi seperti Singapura. Sekarang ini hancur, tanpa bekas. Tidak ada yang merasa memiliknya. Itu pemberian menteri kepada Flores Timur, bukan kepada saya.
Apa target selanjutnya?
Saya juga punya visi dan misi bahwa kota Larantuka menjadi Kota Maria, Maria Center, pusatnya Maria di seluruh Indonesia. Timor Timur kan lenyap, dan kita harus siapkan satu daerah yang menggantikan kedudukan itu. Saya harapkan Larantuka jadi pusat kota Maria, sehingga saya menandatangani satu kesepakatan dengan pemerintah Portugal dalam hal ini Duta Besar Portugal di Jakarta, isinya: Kesepakatan Larantuka menjadi kota kembar kota Fatima, dan ini sudah terealisasi dengan uskup Fatima datang ke Larantuka saat baru-baru ini. Artinya ada susah di Larantuka, susah juga di kota Fatima. Saya sudah ke Fatima. Ada tempat berdoa.
Pemerintah Portugal akan mengirimkan bantuan peralatan dan dokter rumah-rumah sakit ke Larantuka. Melalui yayasan Gulben Kian mengoleksi ribuan koleksi barang-barang antik seluruh dunia untuk teliti seluruh warisan bekas-bekas Portugal yang ada di Flores Timur, termasuk patung-patungnya, tradisi-tradisinya, benteng Lohayong, sehingga dia tahu patung itu buatan tahun berapa, dari kayu apa, sampai patung Tuan Ma. Banyak patung dirumah keluarga-keluarga di Larantuka.
Mungkinkah pemerintah pusat juga ikut terlibat?
Menteri pariwisata berkenan mendirikan satu museum untuk menampung benda-benda pusaka yang ada di Larantuka (Flores Timur) itu. Hanya saja ada kendala. Pertama kendala dari keluarga-keluarga yang menyimpan itu di kampung. Secara turun-temurun mereka sudah terpilih, yang menjaga patung-patung tersebut, mereka tidak ingin patung-patung itu keluar dari rumahnya. Ini juga akan dibicarakan dengan Bapak Uskup dan pemilik patung-patung.
Rencananya patung-patung itu ditahtakan di satu tempat, dan dijaga secara ketat seperti di Fatima, dan para pemilik patung itu tetap memiliki patung mereka. Setiap proses Jumat Agung dikeluarkan untuk memberikan kesempatan kepada para peziarah. Ini harus dibicarakan dengan pemiliknya. Pemilik yang menjaga, mereka merawat, di depan dijaga polisi.
Patung atau benda-benda yang miliaran rupiah ada di sana (Fatima) kok. Permata, permadani, dan segala macamnya. Hebat sekali, saya sudah masuk ke dalam. Jadi orang berdoa sepanjang tahun, orang langsung ke museum itu untuk berdoa. Patung Yesus tersalib, siapa pemiliknya. Dia berdoa dan beri sedekah di situ. Itu setiap tahun. Rakyat mau berdoa bisa ke sana setiap hari, sepanjang tahun. Ini kan sebuah keuntungan.
Bagaimana dengan Kapel?
Kapel yang mempunyai sejarahnya sendiri juga tetap dipertahankan. Tak masalah. Yang tercecer itulah yang masuk ke museum, kapel tetap dipertahankan. Sekarang kapel Tuan Ma, kan sudah beberapa kali diadakan pemugaran.
Pada waktu pertama patung Tuan Ma itu belum dinamakan Tuan Ma, tapi dua patung yang misteri yang disimpan di rumah pemali namanya. Itu artinya rumah yang tabu. Kemudian oleh Raja Don Gaspar itu dipindahkan seperti yang sekarang.
Jadi pada waktu raja pertama, dia punya anak Ado Wuring, dipermandikan oleh Portugis. Dia punya anak bernama Ado Bala. Raja Ado Bala ini yang kemudian memberikan tongkat bahwa kota Larantuka yang memimpin adalah Maria. Dia beri waktu itu patung Corola, patung kecil, itu yang dinamakan Reinha Rosary.
Jadi di Larantuka itu ada dua perlambang, dua yang dihormati sebagai Bunda Maria. Satunya patung Corola yang sekarang menjadi pelindung kota Larantuka, sedangkan yang kedua adalah Tuan Ma. Yang misteri tadi. Sekarang sudah dipatrikan di Gereja Katedral. Orang harus tahu bahwa Tuan Ma itu berbeda dengan patung Corola tadi.
Adobala ini kemudian dipermandikan ulang, dan menyerahkan tongkatnya kepada Maria. Kata-kata terkenal dari Adobala ialah “Saya ini anjing Maria. Maria yang memimpin Larantuka”. Saya pikir, Larantuka harus menjadi kota Maria. Karena itu, ketika saya bupati saya bangun patung Reinha Rosari.
Selain jalan raya, listriknya. Di sana kita banyak jaringan yang belum terpasang. Mana bisa hasilkan manusia berkualitas kalau listrik untuk keperluan belajar saja sulit setengah mati. Orang belajar malam pakai apa. Jadi listrik menjadi masalah utama di Larantuka dan Flores Timur umumnya.
Kemudian air minum. Daerah ini termasuk sangat kering, apalagi daerah Solor. Air merupakan sumber daya utama. Untuk Larantuka sendiri dipasok dari Bama. Bama itu punya sumber pasokan dari Lewokluo dan Blepanawa. Yang lain bisa menggunakan sumur bor atau air laut yang diproses (suling).
Kota Larantuka itu penting. Ada rasa tidak adil apabila Kota Larantuka saya bangun terlebih dulu. Tapi harus dimengerti oleh teman-teman yang lain bahwa Larantuka menjadi sumber untuk semua daerah. Bayangkan, Flores Timur itu, terdiri atas gunung, bukit, hanya sedikit lahan basah untuk daerah pertanian. Sebagian besar berbukit-bukit dan berbatuan.
Apa yang diharapkan dari tanah berbatuan seperti ini?
Kita hanya bisa tanam mente. Dan, mente punya sifat, kalau dia sudah tumbuh di satu tempat, itu pohon lain tidak bisa bertumbuh dan berkembang. Karena dia makan semua sari-sari, di bawah pohonnya akan kering kerontang.
Hanya mente yang bisa hidup di daerah ini. Dan kalau hasilnya 100 ribu ton setahun, itu berarti setiap tahun akan terus berkurang. Itu bila dikalikan 10 ribu saja, itu akan mendapat dana sekitar Rp 12 miliar. Dana ini untuk sekitar 300 ribu orang yang ada di Flotim. Itu berarti 40 ribu rupiah per orang. Itu satu tahun. Dapatnya hanya berapa. Jadi pendapatan per kapita di Flores Timur itu rendah.
Apa cukup dengan mente? Bagaimana potensi alam yang lain, seperti laut?
Ada upaya-upaya lain untuk meningkatkan pendapatan masyarakat selain pertanian dan perkebunan, tak lain daripada laut. Oleh karena itu saya bangun kelautan. Ada 33 kapal yang saya beli pada waktu itu. Yang diberikan kepada rakyat. Ini kapal-kapal modern. Diberi pelatihan, awak kapal itu benar-benar orang lokal, tapi betul-betul orang terpilih. Mereka ke laut untuk tangkap ikan, dan pulangnya langsung dibeli oleh Jepang. Ada cold-storage punya Jepang, ada punya pribadi.
Saya jalin kontrak kerjasama dengan Jepang. Pada waktu itu pemerintah Jepang beri bantuan pada saya, dengan membangun satu tempat yang disebut tempat pendaratan ikan (TPI). Tempat itu dibangun dermaganya yang besar, di dalam komplek itu ada tempat untuk pembuatan es, minimarket, kapal-kapal itu berlabuh, juga ada bunker.
Dengan maksud agar para nelayan ini ke laut, dia perlu uang/modal. Apa yang dia butuhkan. Dia butuhkan umpan, es, makan, minyak. Semua dia bisa ambil di TPI Posto-Lawerang. Konsep ini sudah saya bicarakan. Jepang bersedia membantu, Jepang juga akan memberikan bantuan berupa kapal-kapal. Ini yang belum direalisasi. Saya akan tuntut ini. Jepang punya komitmen akan serahkan sekitar 200 kapal. Itu tahun 2007.
Sangat disayangkan tempat ini tidak dimanfaatkan. Artinya pemerintah sekarang ini tidak tahu konsep apa ini. Saya berjuang melawan berapa puluh kabupaten. Toh, karena ikan sini luar biasa bagus.
Bagaimana cara Anda untuk mengontrol harga produksi?
Soal mente, ini harga pasar globalnya naik-turun, setiap hari harga komoditas ini bergerak terus, dan bagi rakyat Flores Timur mereka tidak mau tahu pergerakannya. Apalagi sudah masuk perangkap ijon, untuk urusan sekolah, perkawinan, dan lain-lain kebutuhan. Mereka ambil uang dulu, baru ambil jambu mente. Itu praktik ijon. Jadi harga ditentukan oleh pembeli. Di Flores Timur begitu semua. Jadi selain harga naik-turun, mereka juga kena sistem ijon.
Mengapa tidak memberdayakan tempat menampung seperti bulog?
Sebenarnya ada satu konsep saya semacam Bulog di sini. Harga dasar ditentukan pusat, walaupun harga pasar global turun, hasil petani tetap dibeli dengan harga yang sudah ditentukan tadi. Jadi petani aman. Karena banyak petani sangat berharap dari hasil mente. Artinya ada bulog kecil, pemerintah daerah harus membeli dengan harga dasar. Saya akan konsultasikan dengan Ibu Marie. Kenyataannya bulog kecil ini malah sudah ditutup. Tidak jalan. Barang petani langsung dibeli oleh pembeli dan langsung diekspor ke India. Padahal, kualitas mente Flores Timur kan nomor satu.
Jadi pendapatan perkapita makin rendah, sehingga otomatis rakyatnya belum sejahtera. Larinya ke laut. Apa yang sudah saya rintis tadi juga tidak jalan. Karena apa? Orang yang mengelola kapal-kapal ini tidak mengerti, padahal ahlinya sudah saya datangkan dari Singapura untuk pelatihan-pelatihan, tapi mereka kurang merawatnya. Ikan itu menjanjikan. Itu hampir 70% dari laut. Artinya dengan pendapatan nelayan yang begitu tinggi, ekonomi riil masyarakat bisa berputar.
Bagaimana soal pemasaran ?
Pemasaran tidak masalah. Dulu kan belum ada kapal, sekarang relatif lebih gampang. Tapi dengan adanya cold-storage, berapa pun banyaknya ikan itu pasti dibeli. Apalagi kita punya rencana untuk buat home-industry dimana ikan-ikan yang tidak laku diproses untuk jadi makanan ternak.
Saya sudah bicara dengan menteri perindustrian sekarang, (artinya kami besanan, anak saya kawin sama anaknya dia). Kalaupun tidak terpilih saya akan bicara sama dia. Kalau bupatinya mau. Dengan adanya home-industry, banyak tenaga yang bisa terserap. Ingat terlalu banyak pengangguran di Flores Timur.
Selain itu, apakah Anda juga ingin membangun Larantuka sebagai pusat wisata?
Kota ini dari dulu sampai sekarang mempunyai magnit. Pertama, perlu sarana dan prasarana yang kuat supaya kalau orang datang ke sana ada listrik. Masa listrik mati-hidup. Masa hotelnya buruk. Kemarin saya bawa Duta Besar Brazil dan tinggal di tempat saya.
Saya juga sudah bicarakan dengan Kementerian Pariwisata. Dirjennya ke Larantuka, sudah meninjau kota Larantuka, kemudian Pak Menterinya sendiri datang ke Larantuka dengan istrinya, istrinya Katolik. Dirjennya Pak Sapta Nirwanda, teman saya. Apa yang kita percakapkan dan apa yang kita janjikan? Saya juga sudah bicarakan dengan Duta Besar Portugal, sahabat saya juga.
Dengan Dirjen Pariwisata saya ingin menjadikannya sebagai kota religius, tempat pariwisata religius sepanjang tahun. Artinya bukan hanya prosesi Jumat Agung. Setiap warisan leluhur nenek-moyang itu bisa dilihat sepanjang tahun. Dan bukan warisan saja, tapi sepanjang tahun orang ke Larantuka bisa berdoa, dari pintu ke pintu rumah. Itu bisa diikuti dan dinikmati orang atau para peziarah dari berbagai kota di Indonesia, dari mana-mana.
Artinya orang mengaji itu setiap hari, tidak hanya saat tertentu saja. Doa dari pintu rumah itu setiap hari. Jadi mereka bisa menikmati nuansa religius itu betul-betul sepanjang tahun. Puncaknya adalah pada prosesi Jumat Agung/Semana Santa.
Itu yang sudah saya bicarakan dengan menteri pariwisata. Syaratnya, Larantuka harus punya hotel yang baik, transportasi yang baik, listrik yang baik, air yang baik, semua yang baik sehingga turis itu mau datang dan menikmati apa yang disajikan di Larantuka. Itu yang harus dipersiapkan dan lokomotifnya adalah pemerintah. Dulu saya sudah persiapkan tempat-tempat: hotel, transportasi, walaupun dari Maumere. Bandara Larantuka Gewayantana sekarang kan diperluas.
Anda optimis banyak peziarah bakal datang ke Larantuka?
Sayangnya waktu itu saya berhenti, tidak selesai. Saya sempat pergi ke Portugal atas biaya pemerintah pusat, dan saya diperkenankan untuk datang ke kedubes RI yang ada di Lisabon. Di sana saya beberapa hari untuk meninjau secara langsung, berapa sebenarnya visa yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Waktu itu saya hitung, setiap harinya itu 50 orang yang minta visa, hanya Portugal. Apalagi Belanda, Jerman, kota-kota di Eropa. Tapi mereka ini kemana? Mereka umum ke Bali, Macao, senang-senang langsung pulang ke Portugal.
Jadi Bapak Menteri Pariwisata menjanjikan pada saya, Anda siapkan sarana dan prasarana. Saya kontrak dengan Bali Village. Di mana mereka akan mengirimkan sepanjang hari turis-turis itu juga untuk ke Larantuka. Itu janji menteri. Jadi fondasinya sudah tertanam kuat. Akhirnya menteri berikan saya untuk membuat Larantuka menjadi kota yang indah-indah. Bawa lampu hias, jadi Larantuka itu kelap-kelip jadi indah sekali. Jadi seperti Singapura. Sekarang ini hancur, tanpa bekas. Tidak ada yang merasa memiliknya. Itu pemberian menteri kepada Flores Timur, bukan kepada saya.
Apa target selanjutnya?
Saya juga punya visi dan misi bahwa kota Larantuka menjadi Kota Maria, Maria Center, pusatnya Maria di seluruh Indonesia. Timor Timur kan lenyap, dan kita harus siapkan satu daerah yang menggantikan kedudukan itu. Saya harapkan Larantuka jadi pusat kota Maria, sehingga saya menandatangani satu kesepakatan dengan pemerintah Portugal dalam hal ini Duta Besar Portugal di Jakarta, isinya: Kesepakatan Larantuka menjadi kota kembar kota Fatima, dan ini sudah terealisasi dengan uskup Fatima datang ke Larantuka saat baru-baru ini. Artinya ada susah di Larantuka, susah juga di kota Fatima. Saya sudah ke Fatima. Ada tempat berdoa.
Pemerintah Portugal akan mengirimkan bantuan peralatan dan dokter rumah-rumah sakit ke Larantuka. Melalui yayasan Gulben Kian mengoleksi ribuan koleksi barang-barang antik seluruh dunia untuk teliti seluruh warisan bekas-bekas Portugal yang ada di Flores Timur, termasuk patung-patungnya, tradisi-tradisinya, benteng Lohayong, sehingga dia tahu patung itu buatan tahun berapa, dari kayu apa, sampai patung Tuan Ma. Banyak patung dirumah keluarga-keluarga di Larantuka.
Mungkinkah pemerintah pusat juga ikut terlibat?
Menteri pariwisata berkenan mendirikan satu museum untuk menampung benda-benda pusaka yang ada di Larantuka (Flores Timur) itu. Hanya saja ada kendala. Pertama kendala dari keluarga-keluarga yang menyimpan itu di kampung. Secara turun-temurun mereka sudah terpilih, yang menjaga patung-patung tersebut, mereka tidak ingin patung-patung itu keluar dari rumahnya. Ini juga akan dibicarakan dengan Bapak Uskup dan pemilik patung-patung.
Rencananya patung-patung itu ditahtakan di satu tempat, dan dijaga secara ketat seperti di Fatima, dan para pemilik patung itu tetap memiliki patung mereka. Setiap proses Jumat Agung dikeluarkan untuk memberikan kesempatan kepada para peziarah. Ini harus dibicarakan dengan pemiliknya. Pemilik yang menjaga, mereka merawat, di depan dijaga polisi.
Patung atau benda-benda yang miliaran rupiah ada di sana (Fatima) kok. Permata, permadani, dan segala macamnya. Hebat sekali, saya sudah masuk ke dalam. Jadi orang berdoa sepanjang tahun, orang langsung ke museum itu untuk berdoa. Patung Yesus tersalib, siapa pemiliknya. Dia berdoa dan beri sedekah di situ. Itu setiap tahun. Rakyat mau berdoa bisa ke sana setiap hari, sepanjang tahun. Ini kan sebuah keuntungan.
Bagaimana dengan Kapel?
Kapel yang mempunyai sejarahnya sendiri juga tetap dipertahankan. Tak masalah. Yang tercecer itulah yang masuk ke museum, kapel tetap dipertahankan. Sekarang kapel Tuan Ma, kan sudah beberapa kali diadakan pemugaran.
Pada waktu pertama patung Tuan Ma itu belum dinamakan Tuan Ma, tapi dua patung yang misteri yang disimpan di rumah pemali namanya. Itu artinya rumah yang tabu. Kemudian oleh Raja Don Gaspar itu dipindahkan seperti yang sekarang.
Jadi pada waktu raja pertama, dia punya anak Ado Wuring, dipermandikan oleh Portugis. Dia punya anak bernama Ado Bala. Raja Ado Bala ini yang kemudian memberikan tongkat bahwa kota Larantuka yang memimpin adalah Maria. Dia beri waktu itu patung Corola, patung kecil, itu yang dinamakan Reinha Rosary.
Jadi di Larantuka itu ada dua perlambang, dua yang dihormati sebagai Bunda Maria. Satunya patung Corola yang sekarang menjadi pelindung kota Larantuka, sedangkan yang kedua adalah Tuan Ma. Yang misteri tadi. Sekarang sudah dipatrikan di Gereja Katedral. Orang harus tahu bahwa Tuan Ma itu berbeda dengan patung Corola tadi.
Adobala ini kemudian dipermandikan ulang, dan menyerahkan tongkatnya kepada Maria. Kata-kata terkenal dari Adobala ialah “Saya ini anjing Maria. Maria yang memimpin Larantuka”. Saya pikir, Larantuka harus menjadi kota Maria. Karena itu, ketika saya bupati saya bangun patung Reinha Rosari.
0 komentar:
Posting Komentar