PRODUKSI PERIKANAN
Potensi laut di Larantuka sebagian besar berasal dari Laut Flores, dan Laut Sawu, dimana jenis-jenis ikan ekonomis penting terdapat di perairan tersebut. Seperti ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, dan cumi-cumi. Komoditi andalan perikanan laut Larantuka adalah Tuna, Cakalang, Cumi dan Mutiara.
Potensi laut di Larantuka sebagian besar berasal dari Laut Flores, dan Laut Sawu, dimana jenis-jenis ikan ekonomis penting terdapat di perairan tersebut. Seperti ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, dan cumi-cumi. Komoditi andalan perikanan laut Larantuka adalah Tuna, Cakalang, Cumi dan Mutiara.
Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Larantuka (2010), produksi perikanan laut Larantuka pada tahun 2008 mencapai 1.434.627 Kg dan mengalami penurunan sebesar 1,1 ton menjadi 359.153 Kg. Hal ini terjadi karena pada tahun 2009 banyak data yang tidak masuk dalam pendataan Dinas Kelautan dan Perikanan Larantuka.
ZONA PENANGKAPAN
ZONA PENANGKAPAN
Zona penangkapan ikan serta sumberdaya peraian lainnya secara umum dibedakan atas, (1) sepanjang pantai larantuka merupakan daerah penangkapan tradisional; (2) perairan laut Larantuka dan laut Flores dengan kedalaman lebih dari 10 m merupakan daerah penangkapan perikanan komersial.
PETA PENYEBARAN PERIKANAN
Nelayan lokal dengan peralatan dan armada tangkap yang hampir semua masih bersifat tradisional hanya mampu melakukan aktivitas penangkapan di sekitar tempat tinggal, seperti halnya di pesisir 4 mil dari garis pantai. Armada tangkap yang digunakan berupa perahu dayung atau sampan tradisional yang dikenal dengan sebutan longboat serta saat ini banyak pula nelayan yang telah melengkapi armada meraka dengan menggunakan mesin motor tempel. Penggunaan perahu motor lebih banyak dilakukan oleh nelayan pendatang, yang terutama berasal dari Bugis, Makassar hingga Jawa. Nelayan ini sudah lebih modern dalam hal teknologi dan pengetahuan di bidang penangkapan.
Nelayan lokal dengan peralatan dan armada tangkap yang hampir semua masih bersifat tradisional hanya mampu melakukan aktivitas penangkapan di sekitar tempat tinggal, seperti halnya di pesisir 4 mil dari garis pantai. Armada tangkap yang digunakan berupa perahu dayung atau sampan tradisional yang dikenal dengan sebutan longboat serta saat ini banyak pula nelayan yang telah melengkapi armada meraka dengan menggunakan mesin motor tempel. Penggunaan perahu motor lebih banyak dilakukan oleh nelayan pendatang, yang terutama berasal dari Bugis, Makassar hingga Jawa. Nelayan ini sudah lebih modern dalam hal teknologi dan pengetahuan di bidang penangkapan.
Karakteristik Oseanografi di wilayah ini sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi laut lepasnya, di mana pengaruh angin muson sangat berperan dalam menentukan kondisi laut.
Dalam kaitannya dengan industri penangkapan ikan pelagis, kawasan selat larantuka memiliki keunikan yang sangat menguntungkan bagi kelangsungan industri perikanan tangkap. Keunikan tersebut karena di kawasan perairan ini merupakan pertemuan arus bawah dari laut flores dan laut sawu sehingga menimbulkan fenomena alam yang disebut upwelling, yaitu suatu gerakan naiknya massa air dari lapisan yang lebih dalam ke permukaan di mana massa air tersebut sangat kaya akan unsur hara sehingga dapat menyuburkan perairan dan pada akhirnya merupakan tempat berkumpulnya ikan (fishing ground). Fenomena upwelling ini berlangsung secara periodik yaitu pada musim Timur atau sekitar bulan Juli, Agustus, September setiap tahunnya.
Alur Pelayaran Kapal Perikanan (APKP), adalah alur pelayaran bagi kapal perikanan dari dan ke fishing-base (pelabuhan perikanan) menuju ke daerah penangkapan (fishing-ground). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392 Tahun 1999, jalur ini dibagi menjadi 3 jalur menurut ukuran kapal dan jenis alat tangkap. Jalur I (0–6 mil laut) diperuntukan bagi Kapal perikanan tanpa motor atau bermotor tempel ukuran ≤ 12 m atau ≤ 5 GT, Jalur II (6– 12 mil laut) diperuntukan bagi kapal perikanan motor dalam, maksimum 60 GT dan Jalur III (12 mil laut – ZEE) diperuntukan bagi kapal perikanan besar yang tidak diperbolehkan di jalur I dan II dengan alat tangkap dan fishing ground yang sudah ditentukan. Dalam operasi penangkapan juga sudah ada aturannya baik secara hukum ataupun kebiasaan nelayan.
Di wilayah perairan selat Larantuka tidak mengenal adanya musim penangkapan ikan selama satu tahun. Nelayan tidak mengenal adanya bulan-bulan istirahat dalam melakukan aktivitas penangkapan, hal ini lebih dikarenakan oleh sebagian besar daerah tangkapan adalah terletak di daerah perairan laut yang tertutup. Daerah-daerah tersebut merupakan perairan yang cukup terlindung dari pengaruh gelombang perairan laut sehingga permukaan laut tenang.
PELAKU AKTIVITAS PERIKANAN TANGKAP
Sumberdaya perikanan di Larantuka masih dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat sekitar. Perairan Larantuka mempunyai dasar periran berpasir dan sebagian terumbu karang.
Pada perairan tengah memiliki kedalaman yang cukup dalam berkisar 10 – 100 m. Hal ini sangat cocok untuk operasi penangkapan (fishing ground) yang baik untuk penangkapan ikan pelagis. Keberhasilan usaha penangkapan ikan akan dipengaruhi oleh sumberdaya ikan yang tersedia dan alat tangkap yang sesuai dengan tingkah laku ikan, juga dipengaruhi oleh alat bantu penangkapan ikan, musim serta kualitas sumberdaya manusia. Pada daerah laut tertutup pada perairan larantuka juga sangat potensial sebagai pengembangan perikanan seperti budidaya ikan Tuna, kerang mutiara dan rumput laut karena memiliki faktor oceanografi yang cukup baik.
Penduduk Larantuka yang bekerja sebagai nelayan sangat sedikit (< 10% dari total jumlah penduduk). Mereka hanya memanfaatkan sumberdaya perikanan laut untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari (nelayan subsisten). Kegiatan penangkapan ikan di laut masih didominasi oleh pendatang yang berasal dari Sulawesi atau masyarakat Bugis. Untuk meningkatkan pemanfaatan potensi perikanan tangkap yang ada maka diperlukan sumberdaya manusia yang handal dari segi kualitas maupun kuantitasnya, hal ini karena sumberdaya manusia merupakan modal dasar dalam usaha pengembangan perikanan di samping sumberdaya alam dan modal tentunya.
SARANA DAN PRASARANA PERIKANAN
Sarana dan Prasarana dalam mendukung pemanfaatan sumberdaya perikanan di Larantuka sudah cukup memadai, mulai dari Pelabuhan perikanan, tempat Pelelangan Ikan, Cold storage, dan perusahaan pengolahan ikan. Hanya saja sarana dan prasarana yang ada tidak di dukung oleh SDM yang cukup sehingga sarana dan prasarana tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.
SARANA DAN PRASARANA PERIKANAN
Sarana dan Prasarana dalam mendukung pemanfaatan sumberdaya perikanan di Larantuka sudah cukup memadai, mulai dari Pelabuhan perikanan, tempat Pelelangan Ikan, Cold storage, dan perusahaan pengolahan ikan. Hanya saja sarana dan prasarana yang ada tidak di dukung oleh SDM yang cukup sehingga sarana dan prasarana tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.
Beberapa isu strategis terkait dengan potensi perikanan tangkap di wilayah Larantuka antara lain :
PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
- Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan nelayan tradisional.
- Keterbatasan mengenai ketersediaan dan kualitas alat tangkap
- Pengunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
- Pengolahan dan pemasaran produk perikanan hasil tangkapan nelayan tradisional yang perlu diperbaiki dari aspek sanitasi dan manajemen.
- Intensitas program penyuluhan dan pelatihan terhadap teknologi penangkapan masih kurang.
- Rasionalisasi penangkapan ikan merupakan tuntutan yang perlu direalisasikan, guna mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan yang optimal dan lestari.
PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
Masyarakat Larantuka belum secara optimal memanfaatkan hasil sampingan dari perikanan tangkap. Ketidakmampuan memanfaatkan hasil sampingan ini adalah refleksi kelemahan sistem, masalah teknis, masalah koordinasi dan masalah komitmen untuk menjaga dan memanfaatkan sumberdaya seoptimal mungkin. Hal ini juga disebabkan oleh ketidaksediaan para pengusaha yang siap dengan teknologi dan modal dalam memanfaatkan hasil perikanan ini. Kegiatan pengolahan hasil perikanan yang sudah dikenal dan dijalankan oleh masyarakat Larantuka adalah ikan kering. Olahan ikan yang dikeringkan berasal dari kelebihan hasil tangkapan di laut yang tidak terjual segar dan ada beberapa yang memang di keringkan yaitu Gurita (Octopus), Cumi – cumi (Loligo sp), Kerapu dll. Harga ikan kering yang dipasarkan di pasar tradisional rata-rata Rp 7.500,-/kg.
Selain pengeringan ikan, pengolahan hasil perikanan yang lain adalah fillet ikan Tuna (Thunnus albacores). Pengolahan fillet ikan dilakukan karena untuk memenuhi permintaan perusahaan ikan yang ada disekitar Larantuka dan Maumere. Harga fillet ikan Tuna rata-rata Rp.30.000,/Kg. Pelaku perikanan yang bergerak pada fillet ikan tuna masih sangat sedikit >5 orang, hal tersebut disebabkan oleh modal yang besar dan sedikitnya pengetahuan masyarakat tentang pemasaran ikan keluar daerah Larantuka yang masih sangat kurang.
Kelebihan produksi khususnya hasil tangkapan sampingan berupa ikan layur (Trichiurus lepturus) dan beberapa limbah ikan (kepala ikan, tulang ikan, kulit ikan) yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Limbah tersebut seharusnya dapat diolah kembali dengan menjadikan kulit ikan menjadi kerupuk kulit, tulang ikan dan kepala ikan menjadi pakan ternak. Limbah ikan tersebut tidak termanfaatkan karena faktor sumberdaya manusia masih sangat rendah dan pengetahuan yang sangat kurang.
PEMASARAN HASIL PERIKANAN
Pemasaran hasil tangkapan merupakan masalah penting yang dihadapi nelayan kecil di Larantuka. Nelayan mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil tangkapannya, sehingga nelayan cenderung menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa perusahaan perikanan yang beroperasi di Larantuka yaitu PT. Okisilin Flores (Ikan beku), PT. Ocean Mitra Mas (Ikan Beku), dan PT. Ome Trading Coy (Ikan asap) , terkadang melakukan transhipment yaitu penjualan ikan hasil tangkapan ikan di laut. Hal ini tentunya harus dicegah, karena dapat merugikan negara dan masyarakat. Terjadinya transhipment ini disebabkan oleh sistem pengawasan yang masih lemah, mengingat luasnya wilayah yang diawasi dengan sarana pengawasan (kapal) dan tenaga pengawas (aparat) yang terbatas.
Selain pengeringan ikan, pengolahan hasil perikanan yang lain adalah fillet ikan Tuna (Thunnus albacores). Pengolahan fillet ikan dilakukan karena untuk memenuhi permintaan perusahaan ikan yang ada disekitar Larantuka dan Maumere. Harga fillet ikan Tuna rata-rata Rp.30.000,/Kg. Pelaku perikanan yang bergerak pada fillet ikan tuna masih sangat sedikit >5 orang, hal tersebut disebabkan oleh modal yang besar dan sedikitnya pengetahuan masyarakat tentang pemasaran ikan keluar daerah Larantuka yang masih sangat kurang.
Kelebihan produksi khususnya hasil tangkapan sampingan berupa ikan layur (Trichiurus lepturus) dan beberapa limbah ikan (kepala ikan, tulang ikan, kulit ikan) yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Limbah tersebut seharusnya dapat diolah kembali dengan menjadikan kulit ikan menjadi kerupuk kulit, tulang ikan dan kepala ikan menjadi pakan ternak. Limbah ikan tersebut tidak termanfaatkan karena faktor sumberdaya manusia masih sangat rendah dan pengetahuan yang sangat kurang.
PEMASARAN HASIL PERIKANAN
Pemasaran hasil tangkapan merupakan masalah penting yang dihadapi nelayan kecil di Larantuka. Nelayan mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil tangkapannya, sehingga nelayan cenderung menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa perusahaan perikanan yang beroperasi di Larantuka yaitu PT. Okisilin Flores (Ikan beku), PT. Ocean Mitra Mas (Ikan Beku), dan PT. Ome Trading Coy (Ikan asap) , terkadang melakukan transhipment yaitu penjualan ikan hasil tangkapan ikan di laut. Hal ini tentunya harus dicegah, karena dapat merugikan negara dan masyarakat. Terjadinya transhipment ini disebabkan oleh sistem pengawasan yang masih lemah, mengingat luasnya wilayah yang diawasi dengan sarana pengawasan (kapal) dan tenaga pengawas (aparat) yang terbatas.
Kegiatan pemasaran hasil perikanan di Larantuka masih sangat sederhana, karena belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Tempat penjualan ikan oleh nelayan setempat dilakukan bersamaan dengan lokasi pasar tradisional. Di Larantuka juga memiliki TPI (Tempat pelelangan Ikan) tetapi masih belum beroperasi dikarenakan masih baru diremiskan pada bulan agustus 2009, meskipun sudah diresmikan TPI tersebut belum dapat beroperasi karena masyarakat masih belum terbiasa dengan system lelang yang biasa pada TPI pada umumnya.
Penjualan hasil perikanan dengan kualitas ekspor (fillet daging tuna) ke Jepang, biasanya di kirim ke Perusaan Pengolahan Ikan yang ada di Larantuka tersebut. Tetapi, ada beberapa tengkulak yang juga mengirim Fillet ikan ke Maumere dengan menggunakan kendaraan pribadi pick-up, jarak tempuh Larantuka ke Maumere sekitar 5 jam atau lebih kurang 200 Km. Hasil perikanan dari Maumere akan di kirim ke Bali atau Makassar untuk di ekspor ke Jepang dan Eropa.
Penjualan hasil perikanan dengan kualitas ekspor (fillet daging tuna) ke Jepang, biasanya di kirim ke Perusaan Pengolahan Ikan yang ada di Larantuka tersebut. Tetapi, ada beberapa tengkulak yang juga mengirim Fillet ikan ke Maumere dengan menggunakan kendaraan pribadi pick-up, jarak tempuh Larantuka ke Maumere sekitar 5 jam atau lebih kurang 200 Km. Hasil perikanan dari Maumere akan di kirim ke Bali atau Makassar untuk di ekspor ke Jepang dan Eropa.
2 komentar:
berarti tempat ini memerlukan banyak sarjana perikanan.upayakan anak- anak warga setempat untuk mendapatkan pendidikan formal mengenai perikanan mis pemberian beasiswa kpd mereka yang kurang mamapu untuk mendapatkan pendidikan di sekolah perikanan hingga sampai pada perguruan tinggi sehingga daerah ini memiliki Sarjana Perikanan yang memadai
Sungguh berpeluang bisnis disana,malah saya ingin Berbisnis disana,membuka pengeringan ikan sejenis,Ikan Timbang,kalaupun disana ada,saya siap membelinya,berapapun jumlahnya..
hub. 081249378888
Posting Komentar