Google BlogLarantuka NewsBar

Sengketa di Tubuh KPU, Pemilukada Flores Timur Tertunda

Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.  Secara hierarkis, maka Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Flores Timur ditunjuk sebagai Penyelenggara Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah  di tingkat Kabupaten/Kota.  Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  Begitupun halnya dengan masyarakat di Kabupaten Flores Timur yang telah merindukan "pesta" demokrasi tersebut sesuai dengan janji oleh KPUD Flotim bahwa Pemilukada Flotim akan terjadi pada 03 Juni 2010.
Apakah Pemilukada Flotim akan berlangsung sesuai jadual? ... Begitulah kira-kira pertanyaan dari sebagian besar masyarakat Flores Timur dengan rasa pesimis mengukur kinerja  KPU baik ditingkat Kabupaten/Kota, Propinsi, maupun Pusat.  Tarik ulur KPU dalam merekomendasikan kembali paket Drs. Simon Hayon dan Drs. Fransiskus Diaz Alffie, MM yang diusung oleh Koalisi Gewayan Tanah Lamaholot menjadi awal persoalan di dalam tubuh lembaga independen ini.  Permasalahan ini seharusnya tidak perlu terjadi dan tidak perlu berlarut-larut karena KPU dengan hierarkisnya tentunya memiliki Pedoman dan Peraturan yang sama tentang Penyelengaraan Pemilukada baik di tingkat Pusat maupun Daerah.

Berikut pendapat dari beberapa pengamat yang dikutip dari berbagai media tentang persoalan Pilkada Flotim 2010:

Mikhael Bulet Ruron (Staf Ahli Bidang Hukum dan Perundang-Undangan pada Sekretariat Daerah Flores Timur)   
Intervensi KPU Pusat terhadap KPUD Flotim agar mengakomodir paket bakal calon (balon) bupati dan wakil bupati Flotim, Simon Hayon-Fransiskus Diaz Alffie (Mondial) dinilai tidak mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007.  Sebab di dalam Undang-Undang ini disebutkan dengan tegas tentang tugas, wewenang, dan kewajiban masing-masing penyelenggara pemilu secara hierarkis.  Keputusan KPUD Flotim terhadap lima pasang balon bupati dan wakil bupati yang lolos adalah bersifat final dan mengikat sebagaimana sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 pasal 40 ayat (2).  Arti dari pasal ini disebut final adalah bahwa keputusan yang telah ditetapkan oleh KPUD Flotim tidak dapat dimentahkan oleh siapapun termasuk KPU Pusat, kecuali ada Keputusan Pengadilan yang berwenang yang menyatakan bahwa Keputusan KPUD Flotim bertentangan dengan peraturan yang berlaku.  Sedangkan  disebut mengikat karena sudah diumumkan secara luas kepada publik dengan cara-cara sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 pasal 39.  Mengikat ke luar artinya hanya berlaku untuk lima pasang calon tersebut, sedangkan mengikat ke dalam yaitu terhadap KPU yang membuat keputusan dan hierarkis KPU di atasnya.  Sehingga KPU Pusat dan KPU Propinsi harus tunduk dalam melakukan fungsi dan tugas terhadap penyelenggaraan pemilu terkait koordinasi, fasilitasi, konsultasi, dan pengendalian sehingga pilkada dilaksanakan tepat waktu.  Cara intervensi KPU Pusat ini dilakukan secara politik.  Seharusnya dengan cara hukum diarahkan kepada paket yang gugur untuk menempuh jalur hukum.  Semua pernyataan KPU Pusat dan KPU Propinsi NTT itu adalah pernyataan politik bukan pernyataan hukum

Yusuf Kuahati (Pengmat Politik - Universitas Nusa Cendana Kupang)
KPU Kabupaten/Kota yang punya tanggung jawab karena mereka memiliki kewenangan dalam seleksi dan penyelenggaraan pemilukada.  Jika pada saatnya ada gugatan,  yang menentukan salah atau benar adalah Mahkamah Konstitusi (MA).  Jika KPU Pusat sebagai atasan dari KPU Kabupaten/Kota, tentunya keputusan KPU Kabupaten/Kota harus memperoleh kepastian dari KPU Pusat.  Sebaliknya jika sebagai konsultatif atau koordinasi, maka KPU Pusat tidak memiliki kewenangan untuk mengatur keputusan yang diambil oleh KPU Kabupaten/Kota.  Oleh sebab itu konsultasi yang dilakukan tidak bersifat mengikat.  Kewenangan penyelenggaraan pemilukada sepenuhnya ada pada daerah.  Pusat tidak punya kewenangan untuk mengatur daerah.
Sebagai lembaga yang legitimasi dan independen tentunya KPUD Flores Timur di dalam mengambil keputusan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sesuai dengan UU dan aturan-aturan yang berlaku di KPU.  KPUD Flotim telah bekerja sesuai dengan aturan yang formal, dengan demikian maka keputusan yang diambil pun didasarkan pada hukum yang berlaku.
Dengan kondisi penundaan pemilkada Flores Timur yang belum ditentukan sampai kapan waktunya ini, maka KPU Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) harus melakukan intervensi dan mengambil alih pelaksanaan pemilukada di Kabupaten Flores Timur.  Hal ini sesuai dengan aturan yang berlaku di KPU.  Jika ada masalah, maka penyelenggaraan pemilukada diambil alih oleh KPU setingkat di atasnya.  Sehingga tahapan pemilukada yang tehenti saat ini bisa diselesaikan secara cepat.  Tentunya penyelenggara pemilukada baik di Kabupaten Flores Timur maupun Propinsi NTT mempunyai tanggung jawab moral untuk menyelenggarakan pesta demokrasi di Flores Timur hingga tuntas.

Thomas Todo Tokan (Warga Flotim Perantauan; Berdomisili di Kupang)
Proses politik suksesi kepemimpinan Flores Timur terhenti dengan bahasa pemoles "Pemilukada Flotim diambil alih KPU Propinsi NTT".  Sementara para pejabat partai pendukung pasangan yang tercoret dan anggota KPU Propinsi NTT berkomentar enteng, bahwa nasib pemilukada Flotim macet karena permainan politik tingkat tinggi dan masalah interpretasi teks; KPUD Flotim tidak taat etika internal KPU serta melawan UU (tanpa rincian formal mana perintah UU yang dilanggar itu), hingga ke arah pembentukan opini menyalahkan KPUD Flotim.  Dari proses historis, Mondial kurang beruntung karena partai pendukungnya datang kepadanya secara sporadis berbeda-beda waktu-hari minimal sampai pukul 24:00 Wita tanggal 15 Maret 2010. Kita bisa memahami, paket Mondial justru bisa saja terpeleset di titik itu jika setelah verifikasi tahap pertama, dua butir berbeda itu (A dan atau L) tak dipenuhi satu per satu secara utuh, tapi diletakkan pada ranah penalaran, yakni interpretasi bahwa butir A sinonim dengan butir L.  Kata "sepakat" saja berbeda arti dengan kata "keputusan" lalu mau disatukan?  Dengan demikian masalah interpretasi kata "kesepakatan" dan "dukungan" menjadi mubazir dan argumentasi tentang pasangan calon yang telah memenuhi syarat 15 % seperti yang diperintahkan UU agar diakomodir gugur.  Sebab 15 % hanya bermanfaat jika semua persyaratan peraturan KPU terpenuhi utuh.  Tapi jika ada cacat alias tak utuh, tak benar, ya salah.  Pada titik krusial KPU Pusat mesti kembali ke fitrah dirinya yang harus adil, benar dan jujur pada hukum positif!  KPU Pusat dan KPU Propinsi NTT hendaknya jangan menggunakan kekuasaan untuk melindas fakta yang dipegang teguh oleh KPUD Flotim dan lima pasang calon kepala daerah Flotim.  KPU Pusat dan KPU Propinsi NTT hendaklah menghindari sikap hanya membela dua orang (Mondial) lalu mengorbankan lebih dari dua ratus ribu warga Flotim dengan bersembunyi di balik kata etika korps dan UU terkait pemilukada yang bertentangan secara hirarkis yang diciptkan oleh KPU sendiri.  Kalau peraturan KPU dipegang teguh oleh KPUD Flotim, tapi disepelehkan sendiri oleh KPU Pusat dan KPU Propinsi NTT beralaskan hirarkis UU, maka KPU atasan ini menelan ludah sendiri.  Mengapa membuat peraturan yang bertentangan dengan UU, tapi justru peraturan KPU itu ditakuti oleh ribuan pasang calon kepala daerah tahun ini di seluruh Indonesia (dibanggakan oleh KPU Pusat) tapi Mondial tidak?

KPU dinilai lamban dan tidak tegas dalam membuat komitmen atas persoalan tersebut, sehingga munculah gejolak di masyarakat dengan berbagai aksi demontrasi yang terjadi dari hari ke hari.  Ada aksi massa yang menolak Keputusan KPU Pusat dan mendukung KPUD Flotim adapula aksi yang mendukung keputusan KPU Pusat dan menentang keputusan KPUD Flotim hingga pada aksi sweeping terhadap anggota KPU Pusat dan KPU NTT yang akan datang ke Larantuka untuk menyelesaikan persoalan.  Dengan kondisi yang sengaja dibuat tidak kondusif, maka kerja KPU sendiri pun terganggu.  Dan bagaimana seandainya terjadi bentrok kepentingan di kalangan masyarakat yang akhirnya disusupi oleh pihak ketiga sebagai provokator hingga terjadi kekacauan?   Siapakah dan pihak manakah yang harus bertanggung jawab?  Kita tidak sedang mencari dan mempersoalkan siapa yang jadi pemicu dan pihak mana yang salah, yang dikehendaki oleh masyarakat adalah suksesnya Pilkada 2010 di Flores Timur .  Dan kita pun tidak semata-mata mempersalahkan kinerja KPU, tentunya KPU pun sangat berhati-hati dalam menyikapi dan menyelesaikan persoalan tersebut, maka kita perlu menciptakan suasana yang kondusif agar KPU dan pihak-pihak lain yang terkait bisa bekerja dengan lancar, adil, jujur dan bijaksana.

0 komentar:

Berita Katolik:

BUNDA REINHA - Film Dokumenter Metro TV

Kurs Rupiah:

BlogLarantuka Paypal:

 
!-- START OF ADDME LINK --> Search Engine Submission - AddMe